Karanggayam

KECAMATAN KARANGGAYAM




Peristiwa pertempuran Karanggayam terjadi pada hari Jumat Pon, tanggal 19 Agustus 1947, satu Batalyon Belanda yang berkedudukan di Gombong menyerang kedudukan Batalyon 62 TNI di Kajoran Karanggayam. Belanda bergerak melambung ke Utara melalui desa Sidayu, Penimbun, Kenteng dan menyusup menuju Karanggayam yang waktu itu merupakan Front terdepan di pedalaman Jawa Tengah yang langsung berhadapan dengan musuh yang berkedudukan di Gombong.Desa Karanggayam terletak kurang lebih 5 km sebelah utara Karanganyar. Desa ini dipakai juga sebagai nama Kecamatan Karanggayam, karena kantor Camatnya berada di sini. Pada masa itu di Karanganyar masih ada kantor Kawedanan yang dulunya pernah menjadi kantor kabupaten Karanganyar.
Melalui pengintaian udara, Belanda mengetahui di kuburan Pamekas ada kubu pertahanan dengan kekuatan senjata otomatis berat Watermantel (nama senjata berpendingin air). Di tegalan medan terbuka berkibar bendera Merah Putih dengan tiangnya dua batang bambu yang dirakit ala tali – temali Pramuka. Seharusnya bendera yang dikibarkan, diturunkan dan dilipat agar musuh tidak mengetahui kedudukan TNI. Namun Prajurit Yacob malah duduk berdampingan dengan Soedar, seorang prajurit gabungan yang tengah asik membersihkan kareben nya sambil menyanyikan lagu “Berkibarlah Benderaku Sang Merah Putih”. Memang pada waktu itu adalah zaman pemuda harapan bangsa tidak gentar menghadapi maut. Ternyata keesokan paginya tanggal 19 Agustus 1947 sekitar jam 05.00 Wib, terjadilah pertempuran sengit di Karanggayam.
Sebelum Belanda sampai di Karanggayam, terjadi kontak senjata dengan patroli TNI pada jam 23.00 Wib di kampung Randakeli dan Penimbun. Pasukan Belanda membagi diri menjadi beberapa kesatuan dan melingkar sampai kuburan Pamekas.
Karena sudah sangat terdesak, pasukan TNI yang berada di Gunung Pukul mundur ke arah Kalipancur. Gunung Pukul kemudian diduduki kompi cadangan Belanda yang bergerak melalui Pejaten.
Sedangkan Pasukan Belanda yang telah menduduki Kuburan Pamekas, tidak mengetahui bahwa pasukan TNI sudah mundur, dan Gunung Pukul telah diduduki oleh Belanda kawannya sendiri. Maka terjadilah baku hantam senjata yang cukup seru dan lama antara sesama pasukan Belanda di Gunung Pukul dengan pasukan Belanda yang lainnya yang telah menduduki kuburan Pamekas. 60 orang anggota pasukan Belanda tewas di Karanggayam.
Lebih kurang pukul 10.00 – 14.00 Wib terjadi kontak senjata lagi antara pasukan Belanda yang menduduki Gunung Kodenan dan Simpang Empat Kajoran dengan pasukan TNI yang mempertahankan Markas Batalyon 62 di Pos Komando Kalipancur.  Oleh karena kedudukan pasukan TNI makin kritis, maka kurang lebih pukul 02.00 Wib, Mayor Panoedjoe selaku Komandan Pasukan Pertahanan di Karanggayam memerintahkan pasukannya untuk pindah ke desa Clapar. Pasukan pun bergerak ke sana. Setelah semalam di Clapar, Pasukan Batalyon 62 kembali lagi mempertahankan Karanggayam pada tanggal 20 Agustus 1947 sambil mengadakan pembersihan dan penguburan anggota TNI dan penduduk Karanggayam yang gugur.
Seminggu sesudah pertempuran, Batalyon 62 kemudian diganti oleh Batalyon 64 Resimen XX Kebumen pimpinan Mayor R.P.S. Rachmat. Anggota Batalyon 62 Gombong istirahat di desa Pacor Kutoarjo.

Dalam pertempuran Karanggayam pada tanggal 19 Agustus 1947 tersebut, gugur sebanyak 25 orang yaitu:
  1. Aminas, Kopral dari Kompi I Batalyon 62.
  2. Boediman, Prajurit I Kompi III Batalyon 62
  3. Kasimin, Sersan dari Markas Kompi IV Batalyon 62
  4. Yohanes, Prajurit I Kompi Markas Batalyon 62
  5. Ismadi, Prajurit I Kompi Batalyon 62
  6. Soemarto, Sersan Komandan Regu III Kompi II Batalyon 62
  7. Saproel, Prajurit I anggota Kesehatan Batalyon 62
  8. Sadjim, Prajurit I anggota Kesehatan Batalyon 62
  9. Ngadiran, Sersan Mayor anggota Kader School Gombong.
  10. Usman Kuper (Jepang RI), Regu III Seksi II Kompi III Batalyon 62
  11. Gonggo, Prajurit I anggota Kesatuan Inspektorat Infanteri Gombong
  12. Tujuh orang tak dikenal dari Inspektorat Infanteri Gombong
  13. Dua Orang tak dikenal, anggota Polri
  14. Dua orang tak dikenal anggota Hizbullah
  15. Daslan penduduk Karanggayam, Pembantu Dapur Umum
  16. Keman penduduk Karanggayam.

Adapun yang luka – luka dalam pertempuran tersebut adalah Rosimin (Prajurit Kompi III), Prajurit Soekiman (Cembuk) dan Prajurit II Soeparno. Selain itu ada beberapa nama Pembantu Dapur Umum, dan satu di antaranya masih meninggalkan keluarganya bernama Mbok Yatin.
Selain itu, Kriyataroena yang rumahnya dijadikan dapur umum, ditangkap Belanda dan diangkut ke Tangsi Gombong. Ia ditawan selama 10 hari dan mendapat siksaan berat. Hal serupa juga dialami oleh Pardjo dari Desa Karang Jengkol yang rumahnya diserahkan untuk tempat tinggal para keluarga Komandan Batalyon 62, Camat Karanggayam RM. Soedarto, dan keluarga Letnan I Slamet (Komandan Kompi IV).
Untuk menghormati jasa – jasa dan pengorbanan para Pahlawan Perang Kemerdekan, di lokasi pertempuran di bangun “Monumen Pertempuran Karanggayam” atau yang sering disingkat Monumen Purangga.
Monumen Purangga diselesaikan dalam beberapa tahap. Penyelesaian Tahap I telah diresmikan pada tanggal 19 Agustus 1992. Terletak di lokasi yang strategis di tepi jalur kota Karanggayam ke Utara ke arah Clapar, Wanareja, Wadaslintang, yang kini menjadi jalur perekonomian penduduk setempat.
Pembangunan Monumen Purangga dilaksanakan secara gotong royong oleh Paguyuban Keluarga Eks Anggota Batalyon 62 Gombong dan didukung oleh beberapa donatur yang secara umum diketuai oleh Brigjen TNI (Purn.) Slamet Soebyakto. Setelah beliau wafat, dilanjutkan oleh Mayjen Polisi Drs. Soebagjo mantan Kapolda Jawa Timur, yang pada Agresi Militer Belanda II pernah bersama – sama dengan Soekyanto (Ir. Dosen FT. UGM), Djoefri Abdoellah (Drs. dan mantan Direktur Keuangan Depdagri), Soemardi Growol (mantan Guru SMAN 15 Jakarta), RG. Soedarsono (Letkol Purn. Mantan Asbin Pusjarah ABRI), dan Soetardjo Martoyoguno (Mantan Guru SMEP di Gombong).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

opening asian games 2018